Foto : Prof. Dr. Khairunnas Rajab

Suaramuda.com - Masyarakat yang unggul ditandai dengan kesadaran kebersamaan melalui kesalehan sosial yang terukur dengan lolosnya melewati terpaan gelombang arus modernisasi yang deras. Arus globalisasi yang sarat nilai menentukan lajunya dinamika bergerak secepat kilat. Setiap derap langkah digitari bersama tergerusnya integritas diri yang tergadaikan kontemporari zaman tanpa kesiapan mentalitas yang kokoh dan permanen.

Masyarakat global adalah dinamisasi yang tidak bisa diurai tanpa konsep, sistem, dan strategi yang kuat. Setiap individu akan berpacu dengan kemampuan dan kompetensinya masing-masing. Tak pelak sebagian dari mereka yang tidak memiliki konsep diri, sistem yang dianut, dan strategi yang modelling menyulutkan untuk maju bersama keuletan dan strategis moderat yang kompetitif dan dimiliki orang-orang berfikir maju dan futuristik. 

Era modern membuka peluang kepada semua bentuk kontestasi dan rivalitas yang bebas nilai, apalagi tamadun dan budaya tidak lagi menjadi acuan satu-satunya dapat dipedomani, para petuah adat, ninik mamak (minang), dan nilai etis terkesampingkan dengan sendirinya. Peran integritas, komitmen, loyalitas, dan disiplin adalah jembatan kuat yang mampu menolak rivalitas dengan santun, sehingga bisa keluar dari kemelut dan kritisnya. 

Era masyarakat global menganut pluralitas majemuk yang hanya bisa dilalui kompetitor yang memiliki prinsip-prinsip padu padan holistik yang integratif antara konsep diri dengan semesta. Pribadi yang mempunyai konsep diri, manajemen diri, dan regulasi diri diyakini sebagai individu yang utuh melawan hegemoni globalisasi, kemodernan, dan transformasi yang deras tersebut.

Garis vertikal teologis yang jadi doktrin samawi memang tidak diragukan lagi mampu menjadi tameng masa sulit yang menghadang kehidupan. Sekalipun demikian, ia harus diterjemahkan sebagai ekoteologis yang permanen pada masyarakat yang bergerak dinamis. 

Menerjemahkan ekoteologi tentulah tidak mudah tanpa kesadaran diri bahwa mereka semestinya kuat dalam integritas, loyalitas, asertif, empatik, dan simpatik. Personal yang memiliki rasa sadar yang tidak bisa hidup sendiri; butuh kelompok menyelesaikan derap langkah yang dipastikan berirama, karena akan berbeda pada ruang akal pikiran dan perilaku anak bangsa.

Ekoteologi adalah sebuah formula yang dirumuskan formulatif oleh anregurutta Menteri Agama, Prof. Dr. Nasaruddin Umar. Ekoteologi implenentatif dapat sejajar dengan konsep pembangunan manusia seutuhnya melalui konstruksi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Personal yang memiliki kecerdasan intelektual yang hampir dipunyai setiap orang itu merupakan modal dasar yang memungkinkan berafirmasi pada akal budinya yang dapat disebut sebagai psiko emosional (kecerdasan emosional) yang mudah dihubungkan secara integral. Maka, apabila kecerdasan intelektual terpatri bersama psiko emosional berkelindan, memastikan personal melewati problem kehidupan dengan penuh kedamaian, kenyamanan, dan kesejahteraan psikologisnya membaik. 

Bagaimanapun ekoteologis menggarisbawahi individu berada dalam kesamaan kebersamaan di tengah perbedaan yang jadi rahmat, keberkahan, dan cinta untuk saling membantu, menghargai, menghormati, dan menyayangi. Eko teologi menghadirkan kurikulum cinta yang terdeskripsi holistik dengan psiko spiritual, di mana setiap zikir, bacaan Quran yang dilantunkan, serta kalimah thayyibah mempertautkan kesadaran, kecerdasan, dan kesalehan sosial secara simetris. 

Dengan demikian ekoteologi adalah formulatif yang koheren dengan tujuan mencapai Indonesia Emas 2045 mendatang. Justeru ini adalah bagian dari empatik kebangsaan dan keIndonesian menuju negara baldatun thayyibatun warabbul ghafur.

Oleh: Prof. Dr. Khairunnas Rajab