Penulis : Naila Indah Agustia
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Suaramuda.com - Dampak Psikologis kekerasan seksual mencakup berbagai konsekuensi emosional, mental dan perilaku yang kompleks, korban sering mengalami trauma mendalam yang dapat memicu gangguan stress Pascatrauma (PTSD), kecemasan, dan depresi. Mereka mungkin merasa takut, bersalah, malu atau kehilangan harga diri, yang dapat mempengaruhi hubungan sosial dan keintiman dimasa depan. Selain itu, korban juga rentan terhadap isolasi sosial, perubahan pola tidur, atau Perlindungan zat sebagai upaya untuk Mengatasi stress. Jika tidak ditangani, dampak ini bisa berlangsung lama dan mengganggu kualitas hidup, sehingga membutuhkan dukungan emosional, terapi profesional, dan lingkungan yang aman untuk pemulihan.
Kekerasan seksual mencakup berbagai bentuk tindakan yang melanggar integritas dan kehormatan seseorang secara seksual tanpa persetujuan, baik secara fisik maupun psikologis bentuk- bentuk kekerasan seksual antara lain pemerkosaan, pelecehan seksual, pelecehan verbal, eksploitasi seksual, serta tindakan tak pantas seperti pemaksaan hubungan seksual atau eksploitasi seksual terhadap anak-anak dan Perempuan. Selain itu, kekerasan seksual juga bisa terjadi dalam berbentuk pemerasaan untuk melakukan perilaku seksual tertentu atau Pengambilan gambar dan video yang bersifat pornografi tanpa persetujuan kekerasan seksual tidak hanya berdampak pada korban secara fisik, tetapi juga mempengaruhi kondisi mental, emosional, dan sosial mereka yang seringkali menimbulkan trauma jangka panjang.
Selain memberikan dampak psikologis yang mendalam, kekerasan seksual juga menimbulkan dampak fisik yang serius pada korban. Banyak korban mengalami luka - luka Seperti memar, lecet, hingga cedera berat yang memerlukan perawatan medis. Luka fisik ini tidak hanya menyakitkan secara jasmani, tetapi juga menjadi pengingat yang terus-menerus akan peristiwa traumatis tersebut, sehingga memperparah kondisi mental korban. Dalam kasus tertentu, kekerasan seksual juga dapat menyebabkan korban tertular penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS atau infeksi lainnya yang berdampak panjang pada kesehatan mereka. Selain itu, Perempuan yang menjadi korban juga menghadapi risiko kehamilan yang tidak diinginkan akibat kekerasan tersebut. Kondisi ini semakin menambah beban emosional dan fisik korban terutama jika mereka tidak memiliki akses terhadap perawatan medis atau dukungan yang memadai. Oleh karena itu, Penanganan medis yang cepat dan tepat sangat penting bagi korban untuk meminimalkan dampak fisik ini Pendampingan oleh tenaga profesional juga menjadi langkah esensial agar korban dapat memulihkan diri baik secara fisik maupun mental.
Dampak kekerasan seksual tidak hanya berhenti pada aspek fisik dan psikologis tetapi juga merambat keranah sosial Banyak korban menghadapi stigma yang sangat menyakitkan dari lingkungan sekitar mereka. Dalam banyak kasus, masyarakat cenderung menyalahkan korban dengan anggapan bahwa sikap menyalahkan korban ini tidak hanya melukai harga diri mereka, tetapi juga membuat banyak korban merasa takut, malu, dan enggan untuk melaporkan kejadian yang mereka alami. Akibatnya korban sering kali memilih untuk diam dan menanggung trauma mereka sendiri tanpa mendapatkan keadilan atau dukungan yang diperlukan. Selain stigma, korban juga sering mengalami isolasi sosial karena dianggap “aib” oleh keluarga sendiri atau komunitas merka. Hal ini membuat mereka kehilangan hubungan sosial yang penting dan merasa semakin terasing dari masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan Paradigma dalam masyarakat. Dukungan emosional, pemahaman, dan empati dari lingkungan sekitar sangatlah penting agar korban dapat bangkit dan melanjutkan hidup mereka. Edukasi mengenai Pentingnya menghormati hak-hak korban, menghilangkan stigma dan melawan budaya menyalahkan korban harus terus digalakkan. Dengan Langkah ini korban kekerasan seksual dapat memperoleh dukungan yang layak dan mendorong keberanian mereka untuk melawan ketidak adilan yang terjadi.
Kekerasan seksual di Indonesia memiliki dampak yang sangat kompleks jika dilihat dari sudut pandang budaya, terutama karena masyarakat Indonesia belum menormalisasikan seks bebas seperti di banyak negara Barat. Dalam konteks budaya Indonesia, seksualitas masih sangat erat kaitannya dengan moralitas, kehormatan keluarga, dan nilai-nilai agama. Hal ini menjadikan isu kekerasan seksual sebagai topik yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Budaya Indonesia, yang cenderung konservatif, menganggap pembicaraan tentang seks sebagai sesuatu yang memalukan atau tidak pantas, sehingga pendidikan seksual yang komprehensif jarang diberikan, baik di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga. Hal ini menciptakan celah besar dalam pemahaman masyarakat mengenai pentingnya persetujuan dalam hubungan seksual, apa saja bentuk kekerasan seksual, dan bagaimana korban dapat melindungi diri atau mencari bantuan.
Budaya ini juga memperlihatkan kontradiksi yang tajam, di satu sisi seks bebas dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai budaya Indonesia, tetapi di sisi lain, kekerasan seksual justru sering kali tidak dilihat sebagai pelanggaran serius jika tidak melibatkan kekerasan fisik yang jelas. Hal ini terlihat dalam berbagai respons masyarakat yang lebih sering menyalahkan korban daripada pelaku. Selain itu, sistem hukum dan sosial sering kali mencerminkan bias budaya ini, dengan proses hukum yang berbelit-belit dan cenderung tidak ramah terhadap korban. Dalam masyarakat yang masih sangat memperhatikan hierarki sosial dan status, korban dari kelas ekonomi bawah atau komunitas yang terpinggirkan sering kali menghadapi diskriminasi tambahan, karena mereka tidak memiliki akses yang sama terhadap keadilan atau dukungan sosial.
Ketidak normalan seks bebas di Indonesia sebenarnya dapat menjadi modal budaya untuk mempromosikan kesetiaan dan tanggung jawab dalam hubungan seksual. Namun, tanpa pendidikan seksual yang memadai dan tanpa keberanian untuk membuka ruang diskusi tentang seksualitas yang sehat, budaya ini justru menjadi hambatan dalam memahami dan menangani kekerasan seksual secara efektif. Dengan menghapus stigma dan tabu terkait seksualitas, serta mengedepankan perlindungan terhadap korban di atas norma budaya yang konservatif, Indonesia dapat mengambil langkah maju untuk menangani kekerasan seksual dengan lebih humanis dan adil.