Foto : Dwi Putra Agung Alridho SPt Photo Bersama Penguji dan Keluarga, dari kanan ke kiri: Dr Elviriadi SPi MSi (Penguji II), Jepri Juliantoni SPt MP (Pembimbing II), Joko Widodo SH (Ayah), Putri Qori Utami SPd MPd (Kakak), Dr Ir Sadarman SPt MSc IPM (Pembimbing Utama), dan Dr Tahrir Aulawi SPt MSi (Ketua Sidang Munaqasoh).
Suaramuda.com - Mahasiswa Program Studi Peternakan, Dwi Putra Agung Alridho berhasil meraih gelar Sarjana Peternakan dengan lama studi 3 tahun 5 bulan. Alridho dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude setelah menjalani prosesi sidang munaqasah yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru (02/01/2024).
Dwi Putra Agung Alridho dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 22 Juni 2001. Lahir dari pasangan Ayahanda Joko Widodo, S.H dan Ibunda Riyanti, S.Ag, anak ke-2 dari 4 bersaudara. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Terpadu Provinsi Riau Jurusan Agribisnis Ternak Unggas, Alridho mencoba peruntungannya di Batam, menjadi salesman produk makanan ringan hingga muncul keinginan untuk melajutkan studinya pada bidang yang sama. Pada tahun 2020 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Alridho diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Di awal persidangan, Alridho memaparkan hasil risetnya tentang Pengaruh Penambahan Molases Terhadap pH, Kandungan Bahan Kering, Kehilangan Bahan Kering, dan Nilai Fleigh Silase Tepung Biji Alpukat (Percea americana Mill.). Menurutnya, biji alpukat bisa dijadikan sebagai bahan pakan melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan dimaksud adalah mengaplikasikan teknologi silase yang memanfaatkan molases sebagai sumber energi bagi mikroba asam laktat.
“Molases adalah produk sampingan dari pengolahan tebu menjadi gula, mengandung sekitar 48-55% sukrosa, lalu dimanfaatkan bakteri asam laktat sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembangbiak, kemudian bakteri tersebut memproduksi asam laktat hingga membawa silo ke kondisi asam, dengan demikian proses ensilase tepung biji alpukat dapat dipercepat,” kata Alridho.
Pemilihan biji alpukat sebagai bahan pakan alternatif didasarkan atas ketersediaannya, biasanya didapatkan dari penjual jus dan pembuat makanan cepat saji yang menggunakan alpukat sebagai bahan bukunya.
“Kita pahami bersama bahwa buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya antioksidan dan zat gizi lainnya, sehingga buah ini umumnya dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan makanan dan minuman, sedangkan bagian bijinya kurang dimanfaatkan dan dianggap sebagai limbah,” kata Alridho.
Kajian terkait dengan biji alpukat dilaporkan Malangngi dkk. (2012). Menurutnya, biji alpukat memiliki efek hipoglikemik atau dapat menurunkan kadar gula dalam darah dan dapat digunakan untuk pengobatan secara tradisional, dengan cara bijinya dikeringkan terlebih dahulu, kemudian dihaluskan, lalu air seduhannya diminum. Selain itu, biji alpukat mengandung energi metabolisme 3570 Kkal/Kg dan protein kasar 10,4% lebih tinggi dibanding jagung yaitu 3370 Kkal/Kg dan protein kasar 8,70% (Nurrohman dkk., 2015), berdasarkan informasi ini maka biji alpukat dapat dijadikan sebagai bahan pakan. Upaya pemanfataatan biji alpukat untuk bahan pakan alternatif dapat dilakukan melalui pembuatan silase.
Silase merupakan pengawetan hijauan secara basah, bertujuan untuk mempertahankan kualitas hijauan serta mengatasi kekurangan pakan dimusim kemarau (Sutowo dkk., 2016). Silase dapat juga dibuat dari daun kelapa sawit, singkong, padi, limbah pasar, dan produk samping agroindustri seperti ampas kecap, ampas tahu, dan ampas bir (Sadarman dkk., 2019; 2020).
Pembuatan silase pada dasarnya meminimalkan kerusakan protein bahan yang diensilasekan (Irawan et al., 2021). Silase yang berkualitas baik dapat dilihat dari sifat fisik, kimia, biologi, dan kecernaannya baik secara in vitro, in sacco, maupun secara in vivo.
Pembuatan silase tepung biji alpukat dilakukan Alridho dengan cara biji alpukat dicacah hingga ukuran 1-2 cm, lalu dijemur hingga kering, kemudian ditepungkan. Selanjutnya, dilakukan proses pencampuran dengan molases sesuai dengan dosis perperlakuan. Perlakuan melibatkan P1: tepung biji alpukat sebagai kontrol, untuk P2, P3, P4, dan P5, masing-masing diberi penambahan molases sebanyak 1%, 1,50%, 2%, dan 2,50% dari bahan kering, lalu dimasukkan ke dalam silo dan ditutup, selanjutnya difermentasi selama 30 hari pada suhu kamar.
Hasil dari penelitian Alridho menunjukkan bahwa penambahan molases mengakibatkan penurunan pH menuju keadaan lebih asam (P<0,05), sedangkan bahan kering dan kehilangan bahan kering cenderung sama (P>0,05). Meskipun demikian, penambahan molases dapat meningkatkan nilai Fleigh silase (P<0,05). pH pada silase tepung biji alpukat turun dari 4,34 menjadi 3,73 (normal), dengan bahan kering rata-rata sekitar 76,2% dan kehilangan bahan kering rata-rata sekitar 23,8%. Nilai Fleigh pada silase meningkat dari 76,4 menjadi 99,4.
Menurut Alridho, perlakuan terbaik dari penelitiannya adalah P5 yang menambahkan molases sebanyak 2,50% dari bahan kering, berdasarkan pH dan nilai Fleigh yang dihasilkan.
Sebagai kesimpulan, Alridho menyarankan kepada peternak untuk menggunakan molases sebagai tambahan dalam proses pembuatan silase tepung biji alpukat dengan takaran maksimum 2,50% dari bahan kering. Pada tanggal 02 Januari 2024, Dwi Putra Agung Alridho dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Peternakan (S.Pt) melalui sidang tertutup Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. (SADARMAN).