KAMPAR - Presiden Joko Widodo berang, anggaran penanganan stunting di daerah sebagian besar justru digunakan untuk rapat-rapat dan perjalanan dinas pegawai atau SPPD. Ia pun meminta agar alokasi anggaran difokuskan langsung ke penanganan stunting seperti untuk beli telur dan pemberian asupan nutrisi bagi penderita gizi buruk yang berakibat pada stunting atau gagal tumbuh pada anak.
Kami kemudian menelusuri berapa alokasi anggaran penanganan stunting di Kabupaten Kampar untuk mencari perbandingan anggaran yang digunakan untuk rapat, sosialisasi serta SPPD belanja pegawai dan sebagainya ketimbang anggaran yang langsung digunakan untuk perbaikan gizi serta nutrisi penderita gizi buruk. Dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Riadel Fitri didapat informasi, ternyata tak ada secara spesifik anggaran untuk penanganan stunting di Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar.
Kata Riadel, anggaran yang ada hanya untuk pemberian gizi dan nutrisi bagi anak-anak beresiko gizi buruk. Ia tak mengungkap berapa persen anggaran untuk belanja pegawai seperti untuk rapat, sosialisasi dan SPPD.
Kata dia, anggaran stunting justru berada di Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten yang diketuai oleh Sekda dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Edi Afrizal sebagai sekretaris.
Edi Afrizal mengaku di TPPS juga tidak memiliki anggaran khusus untuk stunting. Klaim dia, anggaran tersedia di dinas masing-masing, itu pun hanya untuk honor dan SPPD bukan berada di TPPS.
"Untuk di TPPS tak ada anggaran. TPPS tidak ada honornya. Kalau ada SPPD di masing-masing OPD dengan beberapa kegiatannya," klaim Edi pada wartawan, Sabtu (24/6/2023).
Lanjut dia, kerja TPPS ini lebih kepada hal yang bersifat pencegahan dan perubahan perilaku agar keluarga terhindar dari resiko stunting maupun gizi buruk.
Kerja TPPS tutur dia, seperti penyuluhan pada pasangan yang ingin menikah serta pada keluarga baru agar mencukupi kebutuhan nutrisi pada diri dan keluarga sebelum berencana punya keturunan.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi tampak geram karena banyak alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tidak tepat penggunaannya.
Salah satunya yaitu terkait anggaran stunting. Jokowi mencontohkan ada satu daerah yang punya anggaran untuk penanganan stunting mencapai Rp10 miliar.
Namun, dari jumlah dana yang telah dianggarkan tersebut, mayoritas justru dipakai untuk kegiatan yang berbeda seperti rapat dan perjalanan dinas.
Namun, dalam temuannya, hanya Rp2 miliar yang dibelanjakan untuk produk pangan berprotein yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.
"Bicara anggarannya, banyak yang gak bener, contoh ada anggaran stunting Rp 10 miliar, saya coba cek lihat betul untuk apa Rp10 miliar itu. Jangan dibayangkan ini dibelikan telor susu protein sayuran. Coba dilihat detil. Minggu lalu saya baru saja cek," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
"(Anggaran) Rp10 miliar untuk stunting. Saya cek, perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa apa bla bla bla Rp 2 miliar. Yang benar-benar beli telur ngga ada Rp2 miliar. Kapan stunting mau selesai kalau caranya seperti ini?," sambungnya.
Mestinya, kata Jokowi, dari anggaran stunting yang mencapai Rp10 miliar itu, 80%-nya dialokasikan untuk membeli daging, telur, ikan, sayur-sayuran, dan makanan bergizi lainnya bagi anak yang stunting.
Dan herannya, di Kabupaten Kampar, wartawan justru tak mendapat informasi yang utuh soal perbandingan alokasi anggaran stunting apakah mayoritas digunakan untuk perbaikan gizi keluarga stunting atau lebih besar digunakan untuk rapat, perjalan dinas dan honor-honor pegawai. (NAZ)